Minggu, 30 Desember 2012

LANDASAN TEORI

3. DASAR TEORI 3.1. Mekanisme Pecahnya Batuan7) Dalam proses pecahnya batuan, batuan mengalamai beberapa tahapan yang berlangsung singkat. Perlu ditekankan bahwa sifat mekanis dalam batuan memiliki rekahan seperti yang sering dijumpai. Dalam proses pecahnya batuan yang berlangsung singkat itu dapat digolongkan beberapa tahapan yakni: 1. Tahap Pertama Pada saat bahan peledak mengalami ledakan maka akan timbul tekanan yang sangat tinggi dan akan memecahkan batuan sekitar lubang tembak. Gelombang kejut yang ditimbulkan akan merambat dengan kecepatan sangat tinggi dan mengakibatkan terjadinya tekanan tangensial yang akan menimbulkan rekahan radial sekitar lubang tembak dan merambat kearah luar lubang tembak tersebut. Gambar 3.1. Proses Pecahnya Batuan Pada Peladakan Tahap 17) 2. Tahap Kedua Tekanan akibat gelombang kejut yang merambat meninggalkan lubang tembak tersebut yang memiliki muatan positif, apabila mencapai bidang bebas free face akan dipantulkan. Bersamaan dengan itu akan terjadi penurunan tekanan dan akan berubah menjadi energi yang bermuatan negative. Karena batuan memiliki tahanan yang lebih kecil dari energi yang ditimbulkan oleh bahan peledak tersebut maka timbullah rekahan-rekahan. Gambar 3.2. Proses Pecahnya Batuan Pada Peladakan Tahap 27) 3. Tahap Ketiga Dibawah tekanan yang besar akibat peledakan maka rekahan-rekahan tersebut akan diperlebar secara cepat. Apabila batuan yang terkena tekanan dari energi tersebut tidak mampu untuk menahan energi yang timbul akibat terjadinya ledakan tersebut, maka akan mengalami pecah, dan energi akan terus dialirkan melalui rongga-rongga batuan yang telah terpecahkan tadi. Energi akan terus dialirkan hingga batuan dapat menahan energi yang ditimbulkan oleh energi ledak tersebut. Apa bila energi tidak dapat lagi menembus batuan, energi itu akan menurun dan berangsur habis dalam waktu yang cukup singkat. Gambar 3.3. Proses Pecahnya Batuan Pada Peladakan Tahap 37) 3.2 Pola Pemboran Tujuan dari pekerjaan pemboran adalah membuat lubang tembak sebagai tempat isian bahan peledak. Salah satu keberhasilan peledakan batuan sangat ditentukan oleh susunan lubang tembak. Untuk melakukan pembongkaran batuan perlu diperhatikan beberapa variabel yaitu : • Variabel-variabel yang dapat dikontrol seperti bahan peledak, geometri peledakan. • Variabel-variabel yang tidak dapat dikontrol seperti sifat fisik batuan dan keadaan cuaca. Pola pemboran lubang tembak yang biasanya digunakan pada tambang terbuka yaitu : • Square Pattern (pola bujur sangkar) yaitu pola jarak antar burden dan spacing sama dimana letak baris pertama dan kedua sejajar. • Rectangular Pattern (pola persegi panjang) dimana letak jarak spacing lebih panjang dari jarak burden. • Staggered Pattern (pola selang seling) dimana letak baris pertama dan kedua tidak sejajar atau selang seling tujuannya agar distribusi energi peledakan lebih merata. Gambar 3.4. Pola Pemboran Bujur Sangkar Sqare Pattern Gambar 3.5. Pola Pemboran Persegi Panjang Rectangular Pattern7) 3.2.1. Arah Pemboran1) Untuk menentukan arah lubang bor yang akan diterapkan, maka terlebih dahulu ditinjau arah lubang bor vertikal maupun arah lubang bor dengan kemiringan tertentu. Lubang bor vertikal adalah lubang yang tidak memiliki sudut kemiringan terhadap bidah horizontal. Lubang bor miring adalah lubang yang memiliki sudut kemiringan tertentu terhadap bidang horizontal. 1. Pemboran Vertikal Keuntungannya : - Pada ketinggian jenjang yang sama, maka kedalaman lubang bor vertikal lebih pendek dari lubang bor miring sehingga membutuhkan waktu pemboran yang relatif cepat. - Untuk menempatkan alat bor pada posisi yang akan di bor tidak memerlukan ketelitian yang cermat sehingga membutuhkan waktu yang cepat. - Pelemparan batuan yang lebih dekat Kerugiannya : - Mudah terjadi longsoran pada jenjang - Adanya bongkahan besar dari hasil peledakan - Terjadi tonjolan pada lantai jenjang Ø Gambar 3.6. Arah Lubang Bor Vertikal7) 2. Pemboran Miring Keuntungannya : - Memperkecil bahaya longsoran pada jenjang - Memperbaiki fragmentasi batuan - Hasil peledakan yang lebih rata Kerugiannya : - Pelemparan batuan lebih jauh (fly rock) - Pada ketinggian jenjang yang sama, maka kedalaman lubang bor vertikal yang sama dibuat lebih panjang dari lubang bor vertikal, sehingga membutuhkan waktu pemboran yang relatif lebih lama. - Mempunyai permukaan yang tidak rata Gambar 3.7. Arah Lubang Bor Miring7) 3.2.2. Arah Pemboran Terhadap Struktur Batuan Struktur geologi yang banyak dijumpai baik pada batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf adalah kekar. Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahan dan merupakan bidang lemah. Rangkaian bidang kekar biasanya sejajar dengan jurus dan kemiringan formasi batuan. Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan yang ada. Menurut Stig O. Olofson, arah penempatan lubang tembak ada dua macam, yaitu2) : a. Bila peledakan dilakukan searah dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :  Timbulnya backbreak yang lebih banyak  Pemakaian energi bahan peledak lebih baik, karena kemiringan perlapisan searah dengan bidang runtuhan.  Pergeseran batuan dari face lebih mudah dan banyak, sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih rendah.  Lantai jenjang lebih rata.  Fragmentasi dapat sesuai dengan yang diharapkan. b. Bila peledakan dilakukan berlawanan dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :  Kemungkinan timbulnya backbreak lebih kecil.  Kemungkinan timbulnya toe lebih besar.  Pergeseran batuan dari face lebih sulit dan sedikit sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih tinggi.  Lantai jenjang lebih kasar. Fragmentasi dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada susunan dari perlapisan Gambar 3.8. Arah Lubang Tembak Searah dengan Dip7) Gambar 3.9. Arah Lubang Tembak Berlawanan dengan Dip7) 3.3. Pola Peledakan Peledakan jenjang biasanya dilakukan dengan memakai lubang bor vertikal atau miring (lihat gambar 3.6 dan 3.7). Lubang bor diatur dalam suatu deret atau beberapa deretan, sejajar atau searah bidang bebas (free face). Batuan yang diledakkan akan pecah apabila kekuatan ledak melampaui kekuatan batuan itu. Yang perlu diamati pada daerah yang akan diledakkan adalah jenis batuan, kondisi geologi (kekar, perlapisan, dll) dan kondisi di lapangan. Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk kotak. 2. ”V” Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk V. 3. Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kesalah satu sudut dari bidang bebasnya. Gambar 3.10. Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan7) Berdasarkan urutan waktu peledakan maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pola peledakan serentak, yaitu pola peledakan yang menerapkan peledakan serentak untuk semua lubang tembak. 2. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan yang lainnya atau memakai detonator yang memiliki delay antara row yang satu dengan row yang lainnya. Untuk mendapatkan hasil optimal (fragmentasi yang baik), peledakan yang disarankan dalam suatu kali peledakan terdiri dari 2 - 3 baris dan umumnya dilakukan sebanyak tiga baris. Cara peledakan yang biasa digunakan adalah box cut dan corner cut. Box cut adalah cara peledakan yang dimulai dibagian tengah dari satu jenjang dan mempunyai dua bidang bebas. Corner cut adalah cara peledakan dimulai dari tepi suatu jenjang dan mempunyai tiga bidang bebas. 3.3.1. Geometri Peledakan2) Dalam suatu proses peledakan, geometri peledakan seperti burden, spacing, stemming, kedalaman lubang tembak, subdrilling, tinggi jenjang dan bahan peledak merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan. Namun bukan hanya faktor tersebut yang turut mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan, susunan (pola) peledakan juga turut mempengaruhi. Serta hal yang sering diabaikan oleh seorang juru ledak dalam menentukan geometri peledakan seperti kekar (bidang diskontinitas), hal ini juga turut mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan. 3.3.1.1. Burden (B) Burden (B) didefenisikan sebagai jarak lubang bor terhadap bidang bebas (freeface). Jarak burden diukur dengan menggunakan meteran. Dimana dalam penentuan besarnya nilai burden dihitung dengan menggunakan rumusan2): Burden (B) = (menurut rumusan RL-Ash)………………..3.1) Kb = Kbstd x AF1 x AF2 AF1 = AF2 = Keterangan; B = Burden Kb = Perbandingan burden De = Diameter lubang tembak Kbstd = Burden ratio standart 30 AF 1 = Faktor koreksi karena batuan AF2 = Faktor koreksi karena bahan peledak Dstd = Kerapatan batuan standart 160 lb/cuft D = Kerapatan batuan yang diledakkan SG = Berat jenis bahan peledak yang dipakai SGstd = Berat jenis bahan peledak standart 1.2 Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang dipergunakan Ve std = Kecepatan detonasi bahan peledak standart 12000 ft/sec 3.3.1.2. Spacing (S) Spacing adalah jarak antara lubang-lubang tembak yang dirangkai dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap ”pit wall”. Biasanya spacing tergantung kepada burden, kedalaman lubang bor, letak primer”delay” dan arah struktur bidang batuan. Nilai spacing secara umum ditentukan dengan menggunakan rumusan2): S = Ks x B............................................................................................................3.2) Besarnya Ks menurut waktu yang dipengaruhi adalah sebagai berikt: • ”long interval delay” Ks = 1,00 • “short priod delay” Ks = 1-2 • Normal Ks = 1,2 – 1,8 3.3.1.3. Stemming (T) Stemming adalah panjang lubang tembak yang tidak diisi dengan bahan peledak, namun diisi dengan material pengisi yang berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi blow out serpih batuan melayang. Nilai stemming dapat diperhitungkan dengan rumusan2): T = Kt x B............................................................................................................3.3) T = 0.7 – 1.22 x B 3.3.1.4. Subdrilling (J) Subdrilling merupakan penambahan kedalaman lubang bor dibawah lantai jenjang. Subrilling berfungsi untuk menghindari tonjolan pada lantai jenjang. Subdrilling dapat diperhitungkan dengan rumusan2); J = 0.2 – 0.4 x B………………………………………………………………3.4) 3.3.1.5. Kedalaman Lubang Tembak (K) Pemboran merupakan kegiatan yang umum dilakukan dalam kegiatan peledakan atau pertambangan, di PT bukit sunur tepatnya di daerah Seluang dilakukan pemboran tidak bersudut vertical, dengan kedalaman rata-rata 5.4 M. kedalaman lubang tembak dapat dihitung dengan11); K = 1.5 – 4 x B………………………………………………………………….3.5) 3.3.1.6. Panjang Kolom Isian Panjang kolom isian merupakan panjang lubang ledak yang diisi dengan bahan peledak, panjang kolom isian dapat dihitung dengan rumusan11): Pc = K – S………………………………………………………………………3.6) 3.3.1.7. Tinggi Jenjang (H) Dalam melakukan peledakan, P T Bukit Sunur tidak menentukan nilai tingi jenjang, hal ini dikarenakan relief permukaan daerah yang diledakkan relative berbeda. Dalam peledakan tinggi jenjang rata-rata 4.7 M. nilai ketinggian jejang dapat dihitung dengan menggunakan rumusan11): H = Kedalaman lubang tembak – sub-drilling………………………………...3.7) 3.3.1.8. Jumlah Lubang Tembak Dan Jumlah Baris (Σrow) Banyaknya lubang tembak yang akan diledakkan tergantung dengan kebutuhan peledakan dimana hal ini dapat diperhitungkan sedemikian rupa, dimana kebutuhan jumlah lubang tembak bergantung kepada luas areal yang akan diledakkan dan kebutuhan produksinya. 3.3.1.9. Jumlah Bahan Peledak Bahan peledak yang digunakan PT Bukit Sunur adalah ANFO (Ammonium Nitrat Fuel Oil), sebagai bahan peledak awal digunakan dynamite dengan menggunakan detonaor nonel (Non Electric). Jumlah ANFO yang digunakan tiap lubang tembak tergantung kepada kedalaman dan diameter lubang tembak. Sedangkan jumlah dynamite yang digunakan dapat diperhitungkan dari jumlah lubang tembak yang digunakan, secara umum dynamite 1 Kg (dalam bentuk dodol) dibagi jadi 4 (empat) bagian, tiap lubang tembaknya diberikan masing-masing 0.25 Kg. 3.3.1.10. Blasting ratio Blasting ratio merupakan nilai perbandingan total bahan peledak dengan volume batauan yang terbongkar. Volume batuan yang terbongkar terdiri dari burden, spacing, jumlah baris dan jumlah lubang tembak, dengan kata lain blasting ratio dipengaruhi oleh jumlah lubang tembak, secara umum blasting ratio bernilai 0.68 Kg/m3. atau perhitungan nilai blasting ratio dapat diperkirakan dengan rumusan11): …………………………………………………….…3.8) Keterangan: Σrow : Jumlah baris B : Burden S : Spacing N : Jumlah lubang tembak dalam satu baris k : Tinggi jenjang 3.3.1.11. Jumlah Lubang Tambahan (Lt) Jumlah lubang tambahan dapat diketahui dari jumlah lubang tembak. Dimana lubang tambahan dapat diketahui dengan mengurangkan jumlah lubang keseluruhan terhadap jumlah lubang yang seharusnya menurut perhitungan rumusan yang dipergunakan 3.3.2. Bidang Diskontinitas (Kekar)11 Untuk mengetahui arah kekar, perlu dilakukan pengukuran kekar di areal yang akan dilakukan peledakan. Dalam pengukuran arah kekar dan kerapatan kekar dilakukan dengan menggunakan kompas dan meteran. Dimana dalam sekali peledakan diambil 10 data kekar yang dianggap dapat mewakili dari data kekar pada daerah yang akan dilakukan peledakan. 3.3.2.1. Kekar Kekar adalah sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali mengalami pergeseran.regahan yang bergeser disebut sesar.rekahan pada batuan bukan merupakan gejala yang kebetulan, umumnya merupakan hasil kekandasan akibat tegasan (stress),karena itu kekar akan mempunyai sifat – sifat yang menuruti hukum – hukum fisika. 3.3.2.2. Proses Terbentuknya Kekar Dan Klasifikasinya Kekar dapat didefenisikan sebagi bidang atau permukaan yang membagi batuan sepanjang belum terjadi pergesaran melalui bidang tersebut. Meskipun kebanyakan kekar berbentuk datar, namun ada sebagian yang melengkung.jika kekar telah mengalami pergesaran, maka akan diklasifikasikan sebagai patahan.kekar dapat mempunyai kedudukan yang berbeda – beda, ada yang vertikal,horizontal atau miring. Kekar terbentuk oleh karena adanya gaya – gaya dari dua arah yang berlawanan, maka batuan akan mengalami deformasi secara fisik. Perubahan secara fisik terhadap batua horizontal dapat mengakibatkan terjadinya perlipatan,schistocity,kekar atau bahkan juga patahan. Kekar dapat diklasifikasikan berdasarkan geometrinya, genesa dan jumlahnya.1) Berdasarkan geometrinya, kekar dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian sebagai berikut. 1. Strike joint adalah kekar yang mempunyai jurus yang sejajar dengan jurus perlapisanya sedangkan kemiringan tidak. 2. Dip joint,yaitu kekar yang arah jurusnya sejajar dengan kemiringan lapisannya. 3. Diaganol joint,yaitu kekar yang arah jurusnya memotong jurus dan kemiringan lapisan. 4. Bedding joint, yaitu kekar yang mempunyai jurus dan kemiringan yang sejajar dengan perlapisannya. 3.3.2.3. Klasifikasi Kekar 1. Strike joint, adalah kekar yang mempunyai jurus yang sejajar dengan jurus perlapisannya sedangkan kemiringan tidak 2. Dip joint,yaitu kekar yang arah jurusnya sejajar dengan kemiringan lapisanya. 3. Diagonal joint, yaitu kekar yang arah jurus memtong jurus dan kemiringan lapisanya. 4. Bedding joint, yaitu kekar yang mempunyai jurus dan kemiringan yang sejajar dengan perlapisannya. 3.3.2.4. Pembagian Kekar Berdasarkan Genesa 1. Tension joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya gaya tarikan. 2. Shear joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya kompresi. 3. Extension joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya perlipatan. 4. Columnar joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya proses pendinginan magma. 5. Relation joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat hilangnya beban ataupun gaya secara cepat pada permukaan. 6. Setting joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya kontak batuan beku dengan batuan diatasnya. 3.3.2.5. Pembagian Kekar Berdasarkan Jumlahnya 1. Joint set; yaitu sekumpulan kekar yang mempunyai bidang yang searah atau sejajar. 2. Joint sistem; yaitu sekumpulan kekar yang terdiri dari beberapa joint set. 3.3.2.6. Pengukuran Kekar Aktifitas pengalian batubara dilakukan pada suatu tempat tertentu yang tempat tersebut memang layak untuk dilakukan suatu aktifitas penambangan. Seluruh aktifitas penambangan baik pemboran, peledakan dan penggalian dilakukan dilokasi tersebut. Untuk mengetahui pengaruh kekar terhadap peledakannya, maka pengukuran kekar juga dilakukan dilokasi tersebut sehingga hasil pengukuran yang diproleh akan dapat diamati langsung pengaruhnya terhadap hasil peledakannya. Dengan hasil pengamatan yang diperoleh disini, kemungkinan dapat digunakan dilokasi lain yang mempunyai kondisi geologi yang sama. Pengukuran kekar yang dilakukan dengan menggunakan kompas geologi, dan pengukuran biasanya dilakukan pada tempat yang memang banyak keterdapatan kekarnya, baik pada permukaan jenjang maupun pada tempat – tempat lain yang kondisi kekatnya masih terlihat dengan jelas dan dapat mewakili struktur kekar yang ada pada daerah tersebut. 3.3.2.7. Parameter Pengukuran - Jurus, jurus kekar diukur dari arah Utara kearah Timur sebesar harga yang ditunjukkan pada alat ukur (kompas). Pengkuran ini dilakukan terhadap kekar yang diperkirakan dapat mewakili sebagian kekar yang ada pada daerah tersebut. - Kemiringan, kemiringan kekar diukur tegak lurus terhadap jurus kekarnya. - Jarak spasi, pengukuran jarak spasi kekar sangat penting karena jarak spasi kekar merupakan fungsi dari framentasi materi yang dihasilkan dalam peledakan. Semakin rapat jarak spasinya, maka fragmentasi materialnya yang dihasilkan juga semakin baik. - Sifat material pengisi rekahan, jika rekahan yang terdapat diantara bidang kekar telah terisi mineral lain dan telah menjadi penyemenan, maka batuan akan berubah karena batuan telah kompak kembali. 3.3.2.8. Metode Analisa Kekar Setelah hasil data pengukuran kekar diperoleh, selanjutnya dianalisa untuk tentukan arah kekar mayor dan minornya. Dengan mengetahui arah jurus kekar utamanya serta kemiringanya, maka dapatlah dibuat suatu barisan pemboran yang berubah – ubah terhadap arah jurus dan kemiringan kekar utamanya. Data pengukuran dianalis dengan menggunakan metode proyeksi streografi yaitu dengan mengunakan jaring Schnidt dan jaring kutub prinsip penguluranya adalah dengan memproyeksi jurus dan kemiringan kekar terhadap bidang lower hemispher. Bidang permukaan lower hemispher yang merupakn lingkaran dibagi menjadi empat bagian arah yaitu, utara, timur dan selatan. Pusat lingkaran merupakan proyeksi bidang kekar yang mempunyai kemiringan 900(kekar tegak),sedangkan titik barat dan timur merupakan proyeksi kekar dengan kemiringan 00 (kekar mendatar). Jadi jika data pengukuran kemiringan kekar semakin besar, maka proyeksi bidangnya juga akan semakin mendekati pusat lingkaran danbegitu juga akan semakin mendekati pusat lingkaran dan begitu juga sebaliknya.jurus kekar diukur dari utarakearah timur atau barat sebesar angka pengukuran,sedangkan kemiringan kekar diukur dari arah timur atau barat kearah pusat lingkaran juga sebesar angka pengukurannya. Untuk menggambarkan kutub kekar, maka harga kemiringan kekar yang terukur ditambah dengan 90 0melalui bidang meridian yang sama. Setiap data yang diproyeksikan ditandai dengan tanda titik (.)untuk mengetahui penyebaran kutub kekarnya.titik – titik hasil penggambaran kutub kekar selanjutnya dihitung sesuai dengan jumlah titik yang terdapat didalamnya. Selanjutnya dilakukan penggambaran konturnya yaitu dengan menghubungkan titik – titik yang mempunyai nilai yang sama. Dengan demikian akan terlihat daerah yang memiliki penyebaran kutub yang paling banyak.dengan melakukan pengukuran dengan cara sebaliknyaterhadap kutub kekar yang paling banyak dengan melakukan pengukuran denga cara sebaliknya terhadap kutub kekar yang paling dominan, maka akan diperoleh arah kekar mayornya baik jurus maupunkemiringannya. Selain dengan menggunakan proyeksi Stereoniet, penyebaran kekar juga dapat dianalisa dengan menggunakandiagram resette. Cara yang dilakukan dengan mengurutkan data hasil pengukuran kekar berdasarkan interval, misalnya 100W.data jurus kekar yang diurutkan terletak pada daerah N (00-900) W. Data jurus kekar dalam setiap interval selanjutnya digambarkan terhadap jumlah pengukuranya pada bidang setengah lingkaran. Diagram batangterpanjang hasil dari penggambaran menunjukkan arah jurus kekar utamanya. 3.3.2.9. Pengaruh Sifat Fisik Batuan Dan Arah Pemboran Terhadap Hasil Peledakan. Sifat fisik batuan dan arah pemboran sangatlah berpengaruh terhadap hasil peledakan nantinya, oleh karena itu, dalam hal ini perlu dilakukan berbagai upaya agar pada kegiatan penambangan nantinya dapat berjalan maksimal. 3.3.2.10. Sifat Fisik Batuan Yang Mempengaruhi Peledakan Sifat fisik yang mempengaruhi peledakan adalah densitas,kekuatan, kekenyalan dan struktur geologi batuanya. Table 3.1. Tabel Klasifikasi Jarak Antar Kekar Menurut DEERE7) Klasifikasi Jarak antar kekar Keterangan Sangat lebar > 3 m Padat Lebar 1 - 3 m Massif Cukup dekat 0.3 – 1 m Blocky/seamy Dekat 50 – 300 mm Terpecah Sangat rapat < 50 mm Hancur dan tersebar 3.3.3. Prinsip Penentuan Burden Menurut Gustafsson, untuk memperoleh harga burden yang sesuai maka dilakukan penggambaran hubungan antara blasting ratio dengan ukuran fragmentasi yang dikehendaki. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan untuk tambang terbuka namsalu diperoleh blasting ratio sebesar 0,47 m3/kg. Sedangkan ukuran fragmentasi yang dikehendaki adalah lebih kecil atau sama dengan 30 cm sesuai dengan kebutuhan alat peremuk batu yang digunakan pada proses berikutnya. Menurut Langefors, harga burden ditentukan berdasarkan perbandingan antar blasting ratio dan target fragmentasi. Gambar 3.11. Hubungan Antara Fragmentasi, Blasting Ratio Dan Burden 3.3.3.1. Metode Penggambaran Dari Kriteria Penentuan Burden 1. Plotkan harga blasting ratio. 2. Plotkan nilai target fragmentasi. 3. Tarik garis vertikal dari titik bersar nilai blasting ratio dan garis horizontal dari titik seharga target fragmentasi tersebut hingga memiliki sebuah titik perpotongan. 4. Tentukan harga burden berdasarkan nilai perpotongan dari kedua garis tersebut. Kelemahan Dari Metode Tersebut Adalah 1. Tidak adanya penyesuaian antara bahan peledak yang digunakan dengan bahan peledak standart (bahan peledak yang telahdilakukan pengujian). 2. Tidak adanya penyesuaian antara kerapatan batuan yang diledakkan dengan kerapatan batuan standart. Gambar 3.12. Hubungan Antara Fragmentasi, Blasting Ratio Dan Burden 3.3.3.2. Pengaruh Peledakan Tunda Terhadap Fragmentasi8) Salah satu cara untuk menilai suatu pekerjaan peledakan adalah fragmentasi yang dihasilkan. Fragmentasi hasil peledakan dipengaruhi gometri peledakan serta beberapa faktor berupa struktur geologi, sifat batuan yang diledakkan, bahan peledak yang digunakan, kemiringan lubang tembak dan cara penyalaan peledakan tersebut. Dalam hal ini dilakukan pembahasan tingkat pengaruh dari metode penyalaan peledakan (delay) 3.3.3.3. Penundaan (Delay) Penyalaan bahan peledak pada masing-masing lubang tembak dapat dilakukan secra serentak (simultan) atau dengan beruntun (penundaan). Dalam hubungannya dengan fragmentasi, maka melakukan peledakan dengan cara penundaaan akan memberikan hasil yang lebih baik. Interval penundaan dapat digolongkan menjadi; 1. Long intervaldelay 2. Short interval delay Dalam melakukan penundaan dilakukan dengan menggunakan; 1. Electric MS-detonator 2. Detonating fuse 3.3.3.4. Electric MS-Detonator Short delay cap merupakan tabung dari tembaga atau aluminium yang berisikan igniter, primer dan base charge. Antara igniter dan primer diberi delay element. Semakin panjang delai element, maka detonator akan semakin panjang. Gambar 3.13. Penampang Sebuah Electrik Detonator Peledakan dengan detonator ini dilakukan dengan arus listrik. Dimana arus listrik diubah menjadi daya panas (kalor) yang akan meledakkan bahan peledak yang adaa dalam detonator tersebut. Menurut hukum joule, panas yang dibutuhkan untuk meledakkan detonator diperhitungkan dengan cara; Diamana Q = Panas, kalori I = Arus listrik, amphere R = Tahanan, ohm t = Waktu, detik Dari variabel tersebut arus listrik merupakan yang paling penting. Apabila arus tidak mencukupi, maka penurunan arus akan menjadi pangkat dua (I2). 3.3.3.5. Detonating Fuse Short delay ignition dapat juga dilakukan dengan detonating fuse yang disebut “MS conector”. MS conector merupakan sebuah tabung yang dilengkapi dengan delai element. Waktu tundadari MS conector terlihat seperti tabel berikut; Relay 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Delay 5 10 15 25 50 75 100 128 157 190 230 280 340 Gambar 3.14. Penampang MS Conector Selain untuk memperbaiki fragmentasi, peledakan beruntun juga berguna untuk; 1. Memperkecil efek vibrasi 2. Mengurangi terjadinya back break 3. Memperbesar powder factor 3.3.3.6. Hubungan Antara Delay Interval Dengan Fragmentasi Penyalaan yang baik untuk menghasilkan fragmentasi yang baik adalah secara beruntun. Dalam hal ini diperoleh dengan menggunakan detonator. Nomor detonator yang lebih kecil akan meledak lebihawal dari detonator yang memiliki nomor yang lebih besar. Karena adanya selang waktu dalam peledakan, maka batuan yang telah meledak terlebih dahulu memiliki waktu untuk berpindah tempat, yang akan menjadi bidang bebas dari peledakan pada lubang tembak berikutnya. Menurut Malmgren and Berglund dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka bongkah dalam satuan CM dari hasil peledakan dengan menggunakan delay adalah sebagai berikut. Delay interval (MS) 10 20 30 100 Number of boulder 10 26 37 25 Semakin panjang delay, maka pencapaian fragmentasi dihasilkan semakin sedikit (%). 3.3.3.7. Hubungan Antara Delay Dengan Pola Peledakan Hubungan antara penundaan peledakan dengan pola peledakan adalah sebagai berikut 1. Apabila dalam “multiple row” lubang-lubang bor dalam satu deret diledakkan secara square delay, sedangkan lubang bor dalam arah lateral dari deret yang berlainan diledakkan secara simultan, maka pola pemborannya harus dibuat square aragement. Sedangkan pengaturan nomor-nomor detonator adalah seperti pada gambarberikut. Gambar 3.15. Waktu Tunda Pada Baris Yang Sama S1 = B1 B2 = ½ x S2 = ½ x B1 x V2 B2 = ½ x S2 = 0.7071 B1 Maka B1 = S1 = B2/0.7071 = 1.4142 B2 2. Apabila dalam suatu multiple rows lubang bor dalam satu deret diledakkan secara simultan tetapi antara row yang datu dengan yang lainya menggunakan delay, maka pemborannya harus menggunakan staggered pattern. Sedangkan dalam pengaturan nomor detonator yang mencirikan urutan peledakan adalah seperti gambar berikut. Gambar 3.16. Simultan Initiation Bor Hole In Same Row Dengan cara diatas maka akan dinyatakan bahwa; B1 = S1 = 1.4 B2. 3.4. Statistik Multivariat1) Statistik multivariate multiveriate analisis of variance merupakan analisis yang hampir sama dengan analisis variance variabel tunggal, letak perbedaan yang signifikan hanya terletak pada jumlah variabel tak bebasnya. Dalam pengolahan data dengan anova, kita hanya menggunakan satu variabel terikat, sedangkan dalam multivariate kita mengambil dua atau lebih variabel terikat. Sebagai contoh, dalam anova kita ingin melihat pengaruh pasar terhadap harga Batu Bara (apakah ada perbedaan harga batu bara di lima perusahaan di Indonesia). Dalam manova, yang ingin kita ketahui rata-rata harga, rata-rata modal perusahaan, rata-rata hasil penjualan batu bara. Di simbolkan (Y1 = harga, Y2=modal perusahan, Y3= modal perusahaan yang bersangkutan). Jika dalam anova, hipotesis nol (H0) mengatakan tidak ada perbedaan rata-rata variabel tak bebas Y dalam kelompok yang berbeda. Maka dalam manova, hipotesis nol (H0) mengatakan tak ada perbedaan rata-rata pada banyak variabel tak bebas Y. Manova dapat dipergunakan apabila terdapat lebih dari satu variabel tak bebas Y. 3.4.1. Statistik Dasar Statistik yang merupakan dasar dari pemahaman statistika yang berupa nilai minimum, nilai maksimum, nilai tengah dan rata-rata. 3.4.1.1. Nilai Minimum. Merupakan nilai yang menujukan nilai terendah dari tiap–tiap variabel. 3.4.1.2. Nilai Maksimum. Merupakan nilai yang menujukan nilai tertinggi dari tiap–tiap variabel. 3.4.1.3. Nilai Tengah (Range). Merupakan nilai dari perhitungan statistik yang menunjukan nilai tengah dari variabel. 3.4.1.4. Nilai Rata-rata (Mean). Merupakan nilai dari perhitungan statistik yang menunjukan nilai rata-rata dari variabel. 3.4.1.5. Simpangan Baku. Ukuran simpangan yang paling banyak digunakan adalah simpangan baku atau standar deviasi. Pangkat dua dari simpangan baku dinamakan varians. Untuk sampel, simpangan baku akan diberi simbol s sedangkan untuk populasi diberi simbol σ (baca sigma). Variansnya tentulah s untuk varians populasi. Jelasnya, s dan s2 merupakan statistik sedangkan σ dan σ2 parameter. Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data x1, x2, ... xn dan x, maka statistik s2 dihitug dengan5) : Rumus : S2 = ..........................................................3.9) Untuk mencari simpangan baku S, dari S2 diambil harga akarnya yang positif. 3.4.1.6. Kovarian Bicara tentang kofarian, kita harus tahu dulu definisi dari varian. Varian adalah Perkiraan nilai penyimpangan variabel jika variabel tersebut diambil secara acak. Kofarian adalah kumpulan dari beberapa varian yang menjadi nilai pembanding komponen varian yang lain. Berikut rumus perhitungan kofarians5) : Kofarians (R) = ...............................................................................3.10) 3.4.1.7. Distribusi Data Standart (Normal) Seperti biasa kita mempunyai populasi berukuran N. Diambil dari sampel - sampel acak berukuran N, lalu untuk tiap-tiap sampel dihitung simpangan bakunya, yaitu S. Dari kumpulan ini sekarang dapat dihitung rata-ratanya, diberi simbol μs dan simpangan bakunya, diberi simbol σs. Jika populasi berdistribusi normal atau hampir normal, maka distribusi simpangan baku, untuk n besar biasanya n 100, sangat mendekati distribusi normal dengan trasformasi yang diperlukan untuk membuat distribusi menjadi normal baku adalah5) : Rumus : = .............................................................................3.11) Dimana : z = Data normal S = Data = Rata-rata data = Simpangan baku 3.4.2. Statistika Inverensia5) Statistik Inverensia adalah statistik yang digunakan untuk menginterpretasikan nilai-nlai data setelah dioperasikan oleh operator matematik. Jika suatu populasi yang mempunyai rata-rata μ dan variance σ5). μ = EX , σ2 = E ……………………………3.12) μ dan σ2 tidak diketahui, dan kita ingin mengetahui nilainya. Hal tersebut hádala masalah estimasi dari μ dan σ2. Satu solusi akan melihat semua individu dari populasi, dengan percatan lain realisasi 100% dari suatu uji, tetapi operasi ini secara praktis tidak dapat dilaksanakan pada uji destruktif, atau populasi yang Sangat besar sampai tak terhingga7). Kita akan mengambil suatu contoh, dan statistik inverensia akan memberikan informasi yang berlaku untuk populasi dari data contoh : Contoh Populasi M μ S2 σ2 Persoalannya adalah mengetahui M dan S2, rata-rata dan variance dari contoh, untuk mengetimasi nilai μ dan σ2. Berdasarkan masalah yang ditimbulkan oleh contoh harus dapat mewakili populasi, yang diambil secara acak, dan kita dapak mengkoreksi kesalahan dengan menunjukkan bahwa estimasi terbaik kita notasikan μ* dari rata-rata μ untuk suatu populasinya adalah rata-rata M dari contoh kesalahan adalah d = μ* - μ , objektifnya dengan mengetahui kesalahan ini. 3.4.2.1. Analisa Nilai Komponen Utama (Score Component Value). Analisa komponen utama yang digunakan untuk mereduksi variabel bukan merupakan akhir dari suatu proses penelitian, tetapi lebih merupakan tahap antara kebanyakan penelitian yang bersifat lebih luas. Melalui analisa skor komponen sebagai masukan dalam pengelompokan. Andaikan dimiliki P buah variabel asal X, yaitu X1¬, X2,X3,...Xp dimana diambil asumsi sebagai berikut 5) : X ~ Np (X1,X2,X3,...Xp.)................................................3.13) Komponen utama pertama mampu menerangkan variansi data terbesar sehingga Var (Y1) = dan kovarians antara masing-masing komponen utama = 0. Artinya, komponen utama saling berkorelasi. Komponen utama pertama adalah kombinasi linier terbobot variabel asal yang dapat menerangkan keragaman terbesar, demikian seterusnya untuk komponen utama yang lain. Total varian data yang mampu diterangkan oleh setiap komponen utama adalah proporsi antara akar ciri , komponen tersebut terhadap jumlah akar ciri atau trace matriks kovarians yang dirumuskan sebagai berikut5) : Yo = o . Z1 + o. Z2 + o . Zn............................................................................................3.14) Dalam pemilihan komponen utama, dari P buah komponen yang ada dipilih K komponen utama yang mampu menjelaskan keragaman data cukup tinggi, misalkan sekitar 80% - 90% keragaman total telah mampu diterangkan oleh satu, dua, atau tiga komponen yang pertama, maka komponen-komponen utama itu telah dapat mengganti P buah variabel asal tanpa mengurangi informasi yang banyak. Meskipun tidak ada aturan yang pasti, biasanya yang dapat digunakan sebagai wakil untuk menerangakan keragaman adalah komponen utama yang memiliki nilai akar ciri minimal = 1 atau dengan kata lain. Dengan pertimbangan, komponen utama memiliki nilai ciri di bawah 1, kontribusi dalam menerangkan keragaman data sangat kecil. 3.4.3. Manfaat Analisis Multivariat.6) Analisis multivariat bermanfaat untuk mencari nilai-nilai pengaruh dari beberapa variabel yang saling mempengaruhi. Sebagai contoh, kita dapat mengambil dua variabel X, Y. kita perlu mengetahui berapa besar X mempengaruhi Y, Y dipengaruhi X, Y tergantung pada X. manfaatnya untuk mengetahui berapa perubahan X terhadap Y, apabila X naik satu unit, atau untuk mengetahui berapa perubahan Y apabila X naik satu unit dan untuk menormalkan Y. Perlu diketahui bahwa faktor penyebab perubahan Y bukan hanya X, tetapi masih ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi. Jika kita ingin mengetahui pengaruh lebih dari suatu variabel bebas, kita harus menggunakan analisis korelasi dan regresi linier berganda. Secara simpul, kita dapat menyimpulkan manfaat dari analisis multivariat untuk: 1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari setiap variabel bebas (yang tercakup dalam persamaan) terhadap variabel tak bebas. 2. Untuk meramalkan nilai variabel tak bebas Y, jika seluruh variabel bebasnya telah diketahui nilainya dan semua koefisien regresi parsial telah dihitung.

LANDASAN TEORI

3. DASAR TEORI 3.1. Mekanisme Pecahnya Batuan7) Dalam proses pecahnya batuan, batuan mengalamai beberapa tahapan yang berlangsung singkat. Perlu ditekankan bahwa sifat mekanis dalam batuan memiliki rekahan seperti yang sering dijumpai. Dalam proses pecahnya batuan yang berlangsung singkat itu dapat digolongkan beberapa tahapan yakni: 1. Tahap Pertama Pada saat bahan peledak mengalami ledakan maka akan timbul tekanan yang sangat tinggi dan akan memecahkan batuan sekitar lubang tembak. Gelombang kejut yang ditimbulkan akan merambat dengan kecepatan sangat tinggi dan mengakibatkan terjadinya tekanan tangensial yang akan menimbulkan rekahan radial sekitar lubang tembak dan merambat kearah luar lubang tembak tersebut. Gambar 3.1. Proses Pecahnya Batuan Pada Peladakan Tahap 17) 2. Tahap Kedua Tekanan akibat gelombang kejut yang merambat meninggalkan lubang tembak tersebut yang memiliki muatan positif, apabila mencapai bidang bebas free face akan dipantulkan. Bersamaan dengan itu akan terjadi penurunan tekanan dan akan berubah menjadi energi yang bermuatan negative. Karena batuan memiliki tahanan yang lebih kecil dari energi yang ditimbulkan oleh bahan peledak tersebut maka timbullah rekahan-rekahan. Gambar 3.2. Proses Pecahnya Batuan Pada Peladakan Tahap 27) 3. Tahap Ketiga Dibawah tekanan yang besar akibat peledakan maka rekahan-rekahan tersebut akan diperlebar secara cepat. Apabila batuan yang terkena tekanan dari energi tersebut tidak mampu untuk menahan energi yang timbul akibat terjadinya ledakan tersebut, maka akan mengalami pecah, dan energi akan terus dialirkan melalui rongga-rongga batuan yang telah terpecahkan tadi. Energi akan terus dialirkan hingga batuan dapat menahan energi yang ditimbulkan oleh energi ledak tersebut. Apa bila energi tidak dapat lagi menembus batuan, energi itu akan menurun dan berangsur habis dalam waktu yang cukup singkat. Gambar 3.3. Proses Pecahnya Batuan Pada Peladakan Tahap 37) 3.2 Pola Pemboran Tujuan dari pekerjaan pemboran adalah membuat lubang tembak sebagai tempat isian bahan peledak. Salah satu keberhasilan peledakan batuan sangat ditentukan oleh susunan lubang tembak. Untuk melakukan pembongkaran batuan perlu diperhatikan beberapa variabel yaitu : • Variabel-variabel yang dapat dikontrol seperti bahan peledak, geometri peledakan. • Variabel-variabel yang tidak dapat dikontrol seperti sifat fisik batuan dan keadaan cuaca. Pola pemboran lubang tembak yang biasanya digunakan pada tambang terbuka yaitu : • Square Pattern (pola bujur sangkar) yaitu pola jarak antar burden dan spacing sama dimana letak baris pertama dan kedua sejajar. • Rectangular Pattern (pola persegi panjang) dimana letak jarak spacing lebih panjang dari jarak burden. • Staggered Pattern (pola selang seling) dimana letak baris pertama dan kedua tidak sejajar atau selang seling tujuannya agar distribusi energi peledakan lebih merata. Gambar 3.4. Pola Pemboran Bujur Sangkar Sqare Pattern Gambar 3.5. Pola Pemboran Persegi Panjang Rectangular Pattern7) 3.2.1. Arah Pemboran1) Untuk menentukan arah lubang bor yang akan diterapkan, maka terlebih dahulu ditinjau arah lubang bor vertikal maupun arah lubang bor dengan kemiringan tertentu. Lubang bor vertikal adalah lubang yang tidak memiliki sudut kemiringan terhadap bidah horizontal. Lubang bor miring adalah lubang yang memiliki sudut kemiringan tertentu terhadap bidang horizontal. 1. Pemboran Vertikal Keuntungannya : - Pada ketinggian jenjang yang sama, maka kedalaman lubang bor vertikal lebih pendek dari lubang bor miring sehingga membutuhkan waktu pemboran yang relatif cepat. - Untuk menempatkan alat bor pada posisi yang akan di bor tidak memerlukan ketelitian yang cermat sehingga membutuhkan waktu yang cepat. - Pelemparan batuan yang lebih dekat Kerugiannya : - Mudah terjadi longsoran pada jenjang - Adanya bongkahan besar dari hasil peledakan - Terjadi tonjolan pada lantai jenjang Ø Gambar 3.6. Arah Lubang Bor Vertikal7) 2. Pemboran Miring Keuntungannya : - Memperkecil bahaya longsoran pada jenjang - Memperbaiki fragmentasi batuan - Hasil peledakan yang lebih rata Kerugiannya : - Pelemparan batuan lebih jauh (fly rock) - Pada ketinggian jenjang yang sama, maka kedalaman lubang bor vertikal yang sama dibuat lebih panjang dari lubang bor vertikal, sehingga membutuhkan waktu pemboran yang relatif lebih lama. - Mempunyai permukaan yang tidak rata Gambar 3.7. Arah Lubang Bor Miring7) 3.2.2. Arah Pemboran Terhadap Struktur Batuan Struktur geologi yang banyak dijumpai baik pada batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf adalah kekar. Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahan dan merupakan bidang lemah. Rangkaian bidang kekar biasanya sejajar dengan jurus dan kemiringan formasi batuan. Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan yang ada. Menurut Stig O. Olofson, arah penempatan lubang tembak ada dua macam, yaitu2) : a. Bila peledakan dilakukan searah dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :  Timbulnya backbreak yang lebih banyak  Pemakaian energi bahan peledak lebih baik, karena kemiringan perlapisan searah dengan bidang runtuhan.  Pergeseran batuan dari face lebih mudah dan banyak, sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih rendah.  Lantai jenjang lebih rata.  Fragmentasi dapat sesuai dengan yang diharapkan. b. Bila peledakan dilakukan berlawanan dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :  Kemungkinan timbulnya backbreak lebih kecil.  Kemungkinan timbulnya toe lebih besar.  Pergeseran batuan dari face lebih sulit dan sedikit sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih tinggi.  Lantai jenjang lebih kasar. Fragmentasi dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada susunan dari perlapisan Gambar 3.8. Arah Lubang Tembak Searah dengan Dip7) Gambar 3.9. Arah Lubang Tembak Berlawanan dengan Dip7) 3.3. Pola Peledakan Peledakan jenjang biasanya dilakukan dengan memakai lubang bor vertikal atau miring (lihat gambar 3.6 dan 3.7). Lubang bor diatur dalam suatu deret atau beberapa deretan, sejajar atau searah bidang bebas (free face). Batuan yang diledakkan akan pecah apabila kekuatan ledak melampaui kekuatan batuan itu. Yang perlu diamati pada daerah yang akan diledakkan adalah jenis batuan, kondisi geologi (kekar, perlapisan, dll) dan kondisi di lapangan. Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk kotak. 2. ”V” Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk V. 3. Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kesalah satu sudut dari bidang bebasnya. Gambar 3.10. Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan7) Berdasarkan urutan waktu peledakan maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pola peledakan serentak, yaitu pola peledakan yang menerapkan peledakan serentak untuk semua lubang tembak. 2. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan yang lainnya atau memakai detonator yang memiliki delay antara row yang satu dengan row yang lainnya. Untuk mendapatkan hasil optimal (fragmentasi yang baik), peledakan yang disarankan dalam suatu kali peledakan terdiri dari 2 - 3 baris dan umumnya dilakukan sebanyak tiga baris. Cara peledakan yang biasa digunakan adalah box cut dan corner cut. Box cut adalah cara peledakan yang dimulai dibagian tengah dari satu jenjang dan mempunyai dua bidang bebas. Corner cut adalah cara peledakan dimulai dari tepi suatu jenjang dan mempunyai tiga bidang bebas. 3.3.1. Geometri Peledakan2) Dalam suatu proses peledakan, geometri peledakan seperti burden, spacing, stemming, kedalaman lubang tembak, subdrilling, tinggi jenjang dan bahan peledak merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan. Namun bukan hanya faktor tersebut yang turut mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan, susunan (pola) peledakan juga turut mempengaruhi. Serta hal yang sering diabaikan oleh seorang juru ledak dalam menentukan geometri peledakan seperti kekar (bidang diskontinitas), hal ini juga turut mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan. 3.3.1.1. Burden (B) Burden (B) didefenisikan sebagai jarak lubang bor terhadap bidang bebas (freeface). Jarak burden diukur dengan menggunakan meteran. Dimana dalam penentuan besarnya nilai burden dihitung dengan menggunakan rumusan2): Burden (B) = (menurut rumusan RL-Ash)………………..3.1) Kb = Kbstd x AF1 x AF2 AF1 = AF2 = Keterangan; B = Burden Kb = Perbandingan burden De = Diameter lubang tembak Kbstd = Burden ratio standart 30 AF 1 = Faktor koreksi karena batuan AF2 = Faktor koreksi karena bahan peledak Dstd = Kerapatan batuan standart 160 lb/cuft D = Kerapatan batuan yang diledakkan SG = Berat jenis bahan peledak yang dipakai SGstd = Berat jenis bahan peledak standart 1.2 Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang dipergunakan Ve std = Kecepatan detonasi bahan peledak standart 12000 ft/sec 3.3.1.2. Spacing (S) Spacing adalah jarak antara lubang-lubang tembak yang dirangkai dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap ”pit wall”. Biasanya spacing tergantung kepada burden, kedalaman lubang bor, letak primer”delay” dan arah struktur bidang batuan. Nilai spacing secara umum ditentukan dengan menggunakan rumusan2): S = Ks x B............................................................................................................3.2) Besarnya Ks menurut waktu yang dipengaruhi adalah sebagai berikt: • ”long interval delay” Ks = 1,00 • “short priod delay” Ks = 1-2 • Normal Ks = 1,2 – 1,8 3.3.1.3. Stemming (T) Stemming adalah panjang lubang tembak yang tidak diisi dengan bahan peledak, namun diisi dengan material pengisi yang berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi blow out serpih batuan melayang. Nilai stemming dapat diperhitungkan dengan rumusan2): T = Kt x B............................................................................................................3.3) T = 0.7 – 1.22 x B 3.3.1.4. Subdrilling (J) Subdrilling merupakan penambahan kedalaman lubang bor dibawah lantai jenjang. Subrilling berfungsi untuk menghindari tonjolan pada lantai jenjang. Subdrilling dapat diperhitungkan dengan rumusan2); J = 0.2 – 0.4 x B………………………………………………………………3.4) 3.3.1.5. Kedalaman Lubang Tembak (K) Pemboran merupakan kegiatan yang umum dilakukan dalam kegiatan peledakan atau pertambangan, di PT bukit sunur tepatnya di daerah Seluang dilakukan pemboran tidak bersudut vertical, dengan kedalaman rata-rata 5.4 M. kedalaman lubang tembak dapat dihitung dengan11); K = 1.5 – 4 x B………………………………………………………………….3.5) 3.3.1.6. Panjang Kolom Isian Panjang kolom isian merupakan panjang lubang ledak yang diisi dengan bahan peledak, panjang kolom isian dapat dihitung dengan rumusan11): Pc = K – S………………………………………………………………………3.6) 3.3.1.7. Tinggi Jenjang (H) Dalam melakukan peledakan, P T Bukit Sunur tidak menentukan nilai tingi jenjang, hal ini dikarenakan relief permukaan daerah yang diledakkan relative berbeda. Dalam peledakan tinggi jenjang rata-rata 4.7 M. nilai ketinggian jejang dapat dihitung dengan menggunakan rumusan11): H = Kedalaman lubang tembak – sub-drilling………………………………...3.7) 3.3.1.8. Jumlah Lubang Tembak Dan Jumlah Baris (Σrow) Banyaknya lubang tembak yang akan diledakkan tergantung dengan kebutuhan peledakan dimana hal ini dapat diperhitungkan sedemikian rupa, dimana kebutuhan jumlah lubang tembak bergantung kepada luas areal yang akan diledakkan dan kebutuhan produksinya. 3.3.1.9. Jumlah Bahan Peledak Bahan peledak yang digunakan PT Bukit Sunur adalah ANFO (Ammonium Nitrat Fuel Oil), sebagai bahan peledak awal digunakan dynamite dengan menggunakan detonaor nonel (Non Electric). Jumlah ANFO yang digunakan tiap lubang tembak tergantung kepada kedalaman dan diameter lubang tembak. Sedangkan jumlah dynamite yang digunakan dapat diperhitungkan dari jumlah lubang tembak yang digunakan, secara umum dynamite 1 Kg (dalam bentuk dodol) dibagi jadi 4 (empat) bagian, tiap lubang tembaknya diberikan masing-masing 0.25 Kg. 3.3.1.10. Blasting ratio Blasting ratio merupakan nilai perbandingan total bahan peledak dengan volume batauan yang terbongkar. Volume batuan yang terbongkar terdiri dari burden, spacing, jumlah baris dan jumlah lubang tembak, dengan kata lain blasting ratio dipengaruhi oleh jumlah lubang tembak, secara umum blasting ratio bernilai 0.68 Kg/m3. atau perhitungan nilai blasting ratio dapat diperkirakan dengan rumusan11): …………………………………………………….…3.8) Keterangan: Σrow : Jumlah baris B : Burden S : Spacing N : Jumlah lubang tembak dalam satu baris k : Tinggi jenjang 3.3.1.11. Jumlah Lubang Tambahan (Lt) Jumlah lubang tambahan dapat diketahui dari jumlah lubang tembak. Dimana lubang tambahan dapat diketahui dengan mengurangkan jumlah lubang keseluruhan terhadap jumlah lubang yang seharusnya menurut perhitungan rumusan yang dipergunakan 3.3.2. Bidang Diskontinitas (Kekar)11 Untuk mengetahui arah kekar, perlu dilakukan pengukuran kekar di areal yang akan dilakukan peledakan. Dalam pengukuran arah kekar dan kerapatan kekar dilakukan dengan menggunakan kompas dan meteran. Dimana dalam sekali peledakan diambil 10 data kekar yang dianggap dapat mewakili dari data kekar pada daerah yang akan dilakukan peledakan. 3.3.2.1. Kekar Kekar adalah sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali mengalami pergeseran.regahan yang bergeser disebut sesar.rekahan pada batuan bukan merupakan gejala yang kebetulan, umumnya merupakan hasil kekandasan akibat tegasan (stress),karena itu kekar akan mempunyai sifat – sifat yang menuruti hukum – hukum fisika. 3.3.2.2. Proses Terbentuknya Kekar Dan Klasifikasinya Kekar dapat didefenisikan sebagi bidang atau permukaan yang membagi batuan sepanjang belum terjadi pergesaran melalui bidang tersebut. Meskipun kebanyakan kekar berbentuk datar, namun ada sebagian yang melengkung.jika kekar telah mengalami pergesaran, maka akan diklasifikasikan sebagai patahan.kekar dapat mempunyai kedudukan yang berbeda – beda, ada yang vertikal,horizontal atau miring. Kekar terbentuk oleh karena adanya gaya – gaya dari dua arah yang berlawanan, maka batuan akan mengalami deformasi secara fisik. Perubahan secara fisik terhadap batua horizontal dapat mengakibatkan terjadinya perlipatan,schistocity,kekar atau bahkan juga patahan. Kekar dapat diklasifikasikan berdasarkan geometrinya, genesa dan jumlahnya.1) Berdasarkan geometrinya, kekar dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian sebagai berikut. 1. Strike joint adalah kekar yang mempunyai jurus yang sejajar dengan jurus perlapisanya sedangkan kemiringan tidak. 2. Dip joint,yaitu kekar yang arah jurusnya sejajar dengan kemiringan lapisannya. 3. Diaganol joint,yaitu kekar yang arah jurusnya memotong jurus dan kemiringan lapisan. 4. Bedding joint, yaitu kekar yang mempunyai jurus dan kemiringan yang sejajar dengan perlapisannya. 3.3.2.3. Klasifikasi Kekar 1. Strike joint, adalah kekar yang mempunyai jurus yang sejajar dengan jurus perlapisannya sedangkan kemiringan tidak 2. Dip joint,yaitu kekar yang arah jurusnya sejajar dengan kemiringan lapisanya. 3. Diagonal joint, yaitu kekar yang arah jurus memtong jurus dan kemiringan lapisanya. 4. Bedding joint, yaitu kekar yang mempunyai jurus dan kemiringan yang sejajar dengan perlapisannya. 3.3.2.4. Pembagian Kekar Berdasarkan Genesa 1. Tension joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya gaya tarikan. 2. Shear joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya kompresi. 3. Extension joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya perlipatan. 4. Columnar joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya proses pendinginan magma. 5. Relation joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat hilangnya beban ataupun gaya secara cepat pada permukaan. 6. Setting joint; yaitu kekar yang terbentuk akibat adanya kontak batuan beku dengan batuan diatasnya. 3.3.2.5. Pembagian Kekar Berdasarkan Jumlahnya 1. Joint set; yaitu sekumpulan kekar yang mempunyai bidang yang searah atau sejajar. 2. Joint sistem; yaitu sekumpulan kekar yang terdiri dari beberapa joint set. 3.3.2.6. Pengukuran Kekar Aktifitas pengalian batubara dilakukan pada suatu tempat tertentu yang tempat tersebut memang layak untuk dilakukan suatu aktifitas penambangan. Seluruh aktifitas penambangan baik pemboran, peledakan dan penggalian dilakukan dilokasi tersebut. Untuk mengetahui pengaruh kekar terhadap peledakannya, maka pengukuran kekar juga dilakukan dilokasi tersebut sehingga hasil pengukuran yang diproleh akan dapat diamati langsung pengaruhnya terhadap hasil peledakannya. Dengan hasil pengamatan yang diperoleh disini, kemungkinan dapat digunakan dilokasi lain yang mempunyai kondisi geologi yang sama. Pengukuran kekar yang dilakukan dengan menggunakan kompas geologi, dan pengukuran biasanya dilakukan pada tempat yang memang banyak keterdapatan kekarnya, baik pada permukaan jenjang maupun pada tempat – tempat lain yang kondisi kekatnya masih terlihat dengan jelas dan dapat mewakili struktur kekar yang ada pada daerah tersebut. 3.3.2.7. Parameter Pengukuran - Jurus, jurus kekar diukur dari arah Utara kearah Timur sebesar harga yang ditunjukkan pada alat ukur (kompas). Pengkuran ini dilakukan terhadap kekar yang diperkirakan dapat mewakili sebagian kekar yang ada pada daerah tersebut. - Kemiringan, kemiringan kekar diukur tegak lurus terhadap jurus kekarnya. - Jarak spasi, pengukuran jarak spasi kekar sangat penting karena jarak spasi kekar merupakan fungsi dari framentasi materi yang dihasilkan dalam peledakan. Semakin rapat jarak spasinya, maka fragmentasi materialnya yang dihasilkan juga semakin baik. - Sifat material pengisi rekahan, jika rekahan yang terdapat diantara bidang kekar telah terisi mineral lain dan telah menjadi penyemenan, maka batuan akan berubah karena batuan telah kompak kembali. 3.3.2.8. Metode Analisa Kekar Setelah hasil data pengukuran kekar diperoleh, selanjutnya dianalisa untuk tentukan arah kekar mayor dan minornya. Dengan mengetahui arah jurus kekar utamanya serta kemiringanya, maka dapatlah dibuat suatu barisan pemboran yang berubah – ubah terhadap arah jurus dan kemiringan kekar utamanya. Data pengukuran dianalis dengan menggunakan metode proyeksi streografi yaitu dengan mengunakan jaring Schnidt dan jaring kutub prinsip penguluranya adalah dengan memproyeksi jurus dan kemiringan kekar terhadap bidang lower hemispher. Bidang permukaan lower hemispher yang merupakn lingkaran dibagi menjadi empat bagian arah yaitu, utara, timur dan selatan. Pusat lingkaran merupakan proyeksi bidang kekar yang mempunyai kemiringan 900(kekar tegak),sedangkan titik barat dan timur merupakan proyeksi kekar dengan kemiringan 00 (kekar mendatar). Jadi jika data pengukuran kemiringan kekar semakin besar, maka proyeksi bidangnya juga akan semakin mendekati pusat lingkaran danbegitu juga akan semakin mendekati pusat lingkaran dan begitu juga sebaliknya.jurus kekar diukur dari utarakearah timur atau barat sebesar angka pengukuran,sedangkan kemiringan kekar diukur dari arah timur atau barat kearah pusat lingkaran juga sebesar angka pengukurannya. Untuk menggambarkan kutub kekar, maka harga kemiringan kekar yang terukur ditambah dengan 90 0melalui bidang meridian yang sama. Setiap data yang diproyeksikan ditandai dengan tanda titik (.)untuk mengetahui penyebaran kutub kekarnya.titik – titik hasil penggambaran kutub kekar selanjutnya dihitung sesuai dengan jumlah titik yang terdapat didalamnya. Selanjutnya dilakukan penggambaran konturnya yaitu dengan menghubungkan titik – titik yang mempunyai nilai yang sama. Dengan demikian akan terlihat daerah yang memiliki penyebaran kutub yang paling banyak.dengan melakukan pengukuran dengan cara sebaliknyaterhadap kutub kekar yang paling banyak dengan melakukan pengukuran denga cara sebaliknya terhadap kutub kekar yang paling dominan, maka akan diperoleh arah kekar mayornya baik jurus maupunkemiringannya. Selain dengan menggunakan proyeksi Stereoniet, penyebaran kekar juga dapat dianalisa dengan menggunakandiagram resette. Cara yang dilakukan dengan mengurutkan data hasil pengukuran kekar berdasarkan interval, misalnya 100W.data jurus kekar yang diurutkan terletak pada daerah N (00-900) W. Data jurus kekar dalam setiap interval selanjutnya digambarkan terhadap jumlah pengukuranya pada bidang setengah lingkaran. Diagram batangterpanjang hasil dari penggambaran menunjukkan arah jurus kekar utamanya. 3.3.2.9. Pengaruh Sifat Fisik Batuan Dan Arah Pemboran Terhadap Hasil Peledakan. Sifat fisik batuan dan arah pemboran sangatlah berpengaruh terhadap hasil peledakan nantinya, oleh karena itu, dalam hal ini perlu dilakukan berbagai upaya agar pada kegiatan penambangan nantinya dapat berjalan maksimal. 3.3.2.10. Sifat Fisik Batuan Yang Mempengaruhi Peledakan Sifat fisik yang mempengaruhi peledakan adalah densitas,kekuatan, kekenyalan dan struktur geologi batuanya. Table 3.1. Tabel Klasifikasi Jarak Antar Kekar Menurut DEERE7) Klasifikasi Jarak antar kekar Keterangan Sangat lebar > 3 m Padat Lebar 1 - 3 m Massif Cukup dekat 0.3 – 1 m Blocky/seamy Dekat 50 – 300 mm Terpecah Sangat rapat < 50 mm Hancur dan tersebar 3.3.3. Prinsip Penentuan Burden Menurut Gustafsson, untuk memperoleh harga burden yang sesuai maka dilakukan penggambaran hubungan antara blasting ratio dengan ukuran fragmentasi yang dikehendaki. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan untuk tambang terbuka namsalu diperoleh blasting ratio sebesar 0,47 m3/kg. Sedangkan ukuran fragmentasi yang dikehendaki adalah lebih kecil atau sama dengan 30 cm sesuai dengan kebutuhan alat peremuk batu yang digunakan pada proses berikutnya. Menurut Langefors, harga burden ditentukan berdasarkan perbandingan antar blasting ratio dan target fragmentasi. Gambar 3.11. Hubungan Antara Fragmentasi, Blasting Ratio Dan Burden 3.3.3.1. Metode Penggambaran Dari Kriteria Penentuan Burden 1. Plotkan harga blasting ratio. 2. Plotkan nilai target fragmentasi. 3. Tarik garis vertikal dari titik bersar nilai blasting ratio dan garis horizontal dari titik seharga target fragmentasi tersebut hingga memiliki sebuah titik perpotongan. 4. Tentukan harga burden berdasarkan nilai perpotongan dari kedua garis tersebut. Kelemahan Dari Metode Tersebut Adalah 1. Tidak adanya penyesuaian antara bahan peledak yang digunakan dengan bahan peledak standart (bahan peledak yang telahdilakukan pengujian). 2. Tidak adanya penyesuaian antara kerapatan batuan yang diledakkan dengan kerapatan batuan standart. Gambar 3.12. Hubungan Antara Fragmentasi, Blasting Ratio Dan Burden 3.3.3.2. Pengaruh Peledakan Tunda Terhadap Fragmentasi8) Salah satu cara untuk menilai suatu pekerjaan peledakan adalah fragmentasi yang dihasilkan. Fragmentasi hasil peledakan dipengaruhi gometri peledakan serta beberapa faktor berupa struktur geologi, sifat batuan yang diledakkan, bahan peledak yang digunakan, kemiringan lubang tembak dan cara penyalaan peledakan tersebut. Dalam hal ini dilakukan pembahasan tingkat pengaruh dari metode penyalaan peledakan (delay) 3.3.3.3. Penundaan (Delay) Penyalaan bahan peledak pada masing-masing lubang tembak dapat dilakukan secra serentak (simultan) atau dengan beruntun (penundaan). Dalam hubungannya dengan fragmentasi, maka melakukan peledakan dengan cara penundaaan akan memberikan hasil yang lebih baik. Interval penundaan dapat digolongkan menjadi; 1. Long intervaldelay 2. Short interval delay Dalam melakukan penundaan dilakukan dengan menggunakan; 1. Electric MS-detonator 2. Detonating fuse 3.3.3.4. Electric MS-Detonator Short delay cap merupakan tabung dari tembaga atau aluminium yang berisikan igniter, primer dan base charge. Antara igniter dan primer diberi delay element. Semakin panjang delai element, maka detonator akan semakin panjang. Gambar 3.13. Penampang Sebuah Electrik Detonator Peledakan dengan detonator ini dilakukan dengan arus listrik. Dimana arus listrik diubah menjadi daya panas (kalor) yang akan meledakkan bahan peledak yang adaa dalam detonator tersebut. Menurut hukum joule, panas yang dibutuhkan untuk meledakkan detonator diperhitungkan dengan cara; Diamana Q = Panas, kalori I = Arus listrik, amphere R = Tahanan, ohm t = Waktu, detik Dari variabel tersebut arus listrik merupakan yang paling penting. Apabila arus tidak mencukupi, maka penurunan arus akan menjadi pangkat dua (I2). 3.3.3.5. Detonating Fuse Short delay ignition dapat juga dilakukan dengan detonating fuse yang disebut “MS conector”. MS conector merupakan sebuah tabung yang dilengkapi dengan delai element. Waktu tundadari MS conector terlihat seperti tabel berikut; Relay 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Delay 5 10 15 25 50 75 100 128 157 190 230 280 340 Gambar 3.14. Penampang MS Conector Selain untuk memperbaiki fragmentasi, peledakan beruntun juga berguna untuk; 1. Memperkecil efek vibrasi 2. Mengurangi terjadinya back break 3. Memperbesar powder factor 3.3.3.6. Hubungan Antara Delay Interval Dengan Fragmentasi Penyalaan yang baik untuk menghasilkan fragmentasi yang baik adalah secara beruntun. Dalam hal ini diperoleh dengan menggunakan detonator. Nomor detonator yang lebih kecil akan meledak lebihawal dari detonator yang memiliki nomor yang lebih besar. Karena adanya selang waktu dalam peledakan, maka batuan yang telah meledak terlebih dahulu memiliki waktu untuk berpindah tempat, yang akan menjadi bidang bebas dari peledakan pada lubang tembak berikutnya. Menurut Malmgren and Berglund dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka bongkah dalam satuan CM dari hasil peledakan dengan menggunakan delay adalah sebagai berikut. Delay interval (MS) 10 20 30 100 Number of boulder 10 26 37 25 Semakin panjang delay, maka pencapaian fragmentasi dihasilkan semakin sedikit (%). 3.3.3.7. Hubungan Antara Delay Dengan Pola Peledakan Hubungan antara penundaan peledakan dengan pola peledakan adalah sebagai berikut 1. Apabila dalam “multiple row” lubang-lubang bor dalam satu deret diledakkan secara square delay, sedangkan lubang bor dalam arah lateral dari deret yang berlainan diledakkan secara simultan, maka pola pemborannya harus dibuat square aragement. Sedangkan pengaturan nomor-nomor detonator adalah seperti pada gambarberikut. Gambar 3.15. Waktu Tunda Pada Baris Yang Sama S1 = B1 B2 = ½ x S2 = ½ x B1 x V2 B2 = ½ x S2 = 0.7071 B1 Maka B1 = S1 = B2/0.7071 = 1.4142 B2 2. Apabila dalam suatu multiple rows lubang bor dalam satu deret diledakkan secara simultan tetapi antara row yang datu dengan yang lainya menggunakan delay, maka pemborannya harus menggunakan staggered pattern. Sedangkan dalam pengaturan nomor detonator yang mencirikan urutan peledakan adalah seperti gambar berikut. Gambar 3.16. Simultan Initiation Bor Hole In Same Row Dengan cara diatas maka akan dinyatakan bahwa; B1 = S1 = 1.4 B2. 3.4. Statistik Multivariat1) Statistik multivariate multiveriate analisis of variance merupakan analisis yang hampir sama dengan analisis variance variabel tunggal, letak perbedaan yang signifikan hanya terletak pada jumlah variabel tak bebasnya. Dalam pengolahan data dengan anova, kita hanya menggunakan satu variabel terikat, sedangkan dalam multivariate kita mengambil dua atau lebih variabel terikat. Sebagai contoh, dalam anova kita ingin melihat pengaruh pasar terhadap harga Batu Bara (apakah ada perbedaan harga batu bara di lima perusahaan di Indonesia). Dalam manova, yang ingin kita ketahui rata-rata harga, rata-rata modal perusahaan, rata-rata hasil penjualan batu bara. Di simbolkan (Y1 = harga, Y2=modal perusahan, Y3= modal perusahaan yang bersangkutan). Jika dalam anova, hipotesis nol (H0) mengatakan tidak ada perbedaan rata-rata variabel tak bebas Y dalam kelompok yang berbeda. Maka dalam manova, hipotesis nol (H0) mengatakan tak ada perbedaan rata-rata pada banyak variabel tak bebas Y. Manova dapat dipergunakan apabila terdapat lebih dari satu variabel tak bebas Y. 3.4.1. Statistik Dasar Statistik yang merupakan dasar dari pemahaman statistika yang berupa nilai minimum, nilai maksimum, nilai tengah dan rata-rata. 3.4.1.1. Nilai Minimum. Merupakan nilai yang menujukan nilai terendah dari tiap–tiap variabel. 3.4.1.2. Nilai Maksimum. Merupakan nilai yang menujukan nilai tertinggi dari tiap–tiap variabel. 3.4.1.3. Nilai Tengah (Range). Merupakan nilai dari perhitungan statistik yang menunjukan nilai tengah dari variabel. 3.4.1.4. Nilai Rata-rata (Mean). Merupakan nilai dari perhitungan statistik yang menunjukan nilai rata-rata dari variabel. 3.4.1.5. Simpangan Baku. Ukuran simpangan yang paling banyak digunakan adalah simpangan baku atau standar deviasi. Pangkat dua dari simpangan baku dinamakan varians. Untuk sampel, simpangan baku akan diberi simbol s sedangkan untuk populasi diberi simbol σ (baca sigma). Variansnya tentulah s untuk varians populasi. Jelasnya, s dan s2 merupakan statistik sedangkan σ dan σ2 parameter. Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data x1, x2, ... xn dan x, maka statistik s2 dihitug dengan5) : Rumus : S2 = ..........................................................3.9) Untuk mencari simpangan baku S, dari S2 diambil harga akarnya yang positif. 3.4.1.6. Kovarian Bicara tentang kofarian, kita harus tahu dulu definisi dari varian. Varian adalah Perkiraan nilai penyimpangan variabel jika variabel tersebut diambil secara acak. Kofarian adalah kumpulan dari beberapa varian yang menjadi nilai pembanding komponen varian yang lain. Berikut rumus perhitungan kofarians5) : Kofarians (R) = ...............................................................................3.10) 3.4.1.7. Distribusi Data Standart (Normal) Seperti biasa kita mempunyai populasi berukuran N. Diambil dari sampel - sampel acak berukuran N, lalu untuk tiap-tiap sampel dihitung simpangan bakunya, yaitu S. Dari kumpulan ini sekarang dapat dihitung rata-ratanya, diberi simbol μs dan simpangan bakunya, diberi simbol σs. Jika populasi berdistribusi normal atau hampir normal, maka distribusi simpangan baku, untuk n besar biasanya n 100, sangat mendekati distribusi normal dengan trasformasi yang diperlukan untuk membuat distribusi menjadi normal baku adalah5) : Rumus : = .............................................................................3.11) Dimana : z = Data normal S = Data = Rata-rata data = Simpangan baku 3.4.2. Statistika Inverensia5) Statistik Inverensia adalah statistik yang digunakan untuk menginterpretasikan nilai-nlai data setelah dioperasikan oleh operator matematik. Jika suatu populasi yang mempunyai rata-rata μ dan variance σ5). μ = EX , σ2 = E ……………………………3.12) μ dan σ2 tidak diketahui, dan kita ingin mengetahui nilainya. Hal tersebut hádala masalah estimasi dari μ dan σ2. Satu solusi akan melihat semua individu dari populasi, dengan percatan lain realisasi 100% dari suatu uji, tetapi operasi ini secara praktis tidak dapat dilaksanakan pada uji destruktif, atau populasi yang Sangat besar sampai tak terhingga7). Kita akan mengambil suatu contoh, dan statistik inverensia akan memberikan informasi yang berlaku untuk populasi dari data contoh : Contoh Populasi M μ S2 σ2 Persoalannya adalah mengetahui M dan S2, rata-rata dan variance dari contoh, untuk mengetimasi nilai μ dan σ2. Berdasarkan masalah yang ditimbulkan oleh contoh harus dapat mewakili populasi, yang diambil secara acak, dan kita dapak mengkoreksi kesalahan dengan menunjukkan bahwa estimasi terbaik kita notasikan μ* dari rata-rata μ untuk suatu populasinya adalah rata-rata M dari contoh kesalahan adalah d = μ* - μ , objektifnya dengan mengetahui kesalahan ini. 3.4.2.1. Analisa Nilai Komponen Utama (Score Component Value). Analisa komponen utama yang digunakan untuk mereduksi variabel bukan merupakan akhir dari suatu proses penelitian, tetapi lebih merupakan tahap antara kebanyakan penelitian yang bersifat lebih luas. Melalui analisa skor komponen sebagai masukan dalam pengelompokan. Andaikan dimiliki P buah variabel asal X, yaitu X1¬, X2,X3,...Xp dimana diambil asumsi sebagai berikut 5) : X ~ Np (X1,X2,X3,...Xp.)................................................3.13) Komponen utama pertama mampu menerangkan variansi data terbesar sehingga Var (Y1) = dan kovarians antara masing-masing komponen utama = 0. Artinya, komponen utama saling berkorelasi. Komponen utama pertama adalah kombinasi linier terbobot variabel asal yang dapat menerangkan keragaman terbesar, demikian seterusnya untuk komponen utama yang lain. Total varian data yang mampu diterangkan oleh setiap komponen utama adalah proporsi antara akar ciri , komponen tersebut terhadap jumlah akar ciri atau trace matriks kovarians yang dirumuskan sebagai berikut5) : Yo = o . Z1 + o. Z2 + o . Zn............................................................................................3.14) Dalam pemilihan komponen utama, dari P buah komponen yang ada dipilih K komponen utama yang mampu menjelaskan keragaman data cukup tinggi, misalkan sekitar 80% - 90% keragaman total telah mampu diterangkan oleh satu, dua, atau tiga komponen yang pertama, maka komponen-komponen utama itu telah dapat mengganti P buah variabel asal tanpa mengurangi informasi yang banyak. Meskipun tidak ada aturan yang pasti, biasanya yang dapat digunakan sebagai wakil untuk menerangakan keragaman adalah komponen utama yang memiliki nilai akar ciri minimal = 1 atau dengan kata lain. Dengan pertimbangan, komponen utama memiliki nilai ciri di bawah 1, kontribusi dalam menerangkan keragaman data sangat kecil. 3.4.3. Manfaat Analisis Multivariat.6) Analisis multivariat bermanfaat untuk mencari nilai-nilai pengaruh dari beberapa variabel yang saling mempengaruhi. Sebagai contoh, kita dapat mengambil dua variabel X, Y. kita perlu mengetahui berapa besar X mempengaruhi Y, Y dipengaruhi X, Y tergantung pada X. manfaatnya untuk mengetahui berapa perubahan X terhadap Y, apabila X naik satu unit, atau untuk mengetahui berapa perubahan Y apabila X naik satu unit dan untuk menormalkan Y. Perlu diketahui bahwa faktor penyebab perubahan Y bukan hanya X, tetapi masih ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi. Jika kita ingin mengetahui pengaruh lebih dari suatu variabel bebas, kita harus menggunakan analisis korelasi dan regresi linier berganda. Secara simpul, kita dapat menyimpulkan manfaat dari analisis multivariat untuk: 1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari setiap variabel bebas (yang tercakup dalam persamaan) terhadap variabel tak bebas. 2. Untuk meramalkan nilai variabel tak bebas Y, jika seluruh variabel bebasnya telah diketahui nilainya dan semua koefisien regresi parsial telah dihitung.

PENGOLAHAN RLASH

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemindahkan material dari front kerja ke daerah pengolahan, perlu dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. Pembongkaran material ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat maupun dengan melakukan peledakan. Jenis pembongkaran material dipilih tergantung kepada material yang akan dibongkar. Pembongkaran material dengan melakukan peledakan, perlu diperhatikan geometri peledakan yang dipergunakan. Penentuan geometri peledakan dilakukan dengan perhitungan-perhitungan. Metode penentuan geometri peledakan yang sering dipergunakan adalah rumusan RL-Ash dan U, Langefors and B, Khilstorm. Perhitungan penentuan geometri peledakan ini perlu dilakukan karena dianggap merupakan hal-hal yang sangat mempengaruhi dalam kegiatan peledakan. Geometri peledakan tersebut berupa burden, spasi, kedalaman lubang tembak, steming, sub drilling, bahan peledak. Pada kenyataannya, penentuan geometri peledakan yang dilakukan dengan cara perhitungan ini sering kali diabaikan. Para juru ledak yang ditemukan dilapangan sering menggunakan teori coba-coba dalam menentukan geometri peledakan. Hal ini dilakukan tanpa mengabaikan pengalaman pada peledakan sebelumnya. Metode penentuan geometri peledakan dengan cara coba-coba terkadang lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan rumusan. Hal ini mungkin saja terjadi karena perhitungan geometri peledakan tidak diklasifikasikan berdasarkan jenis batuan tertentu dan mengabaikan bidang discontinuitas. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah : v Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas fragmentasi hasil peledakan. v Menetahui besarnya pengaruh masing-masing faktor yang mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan geometri peledakan yang seharusnya digunakan pada peledakan batuan andesit pada kuari arantiga utara dalam upaya mengoptimalkan hasil peledakan. 1.3. Perumusan Masalah Dalam melakukan pembongkaran material dengan cara peledakan, kerap terjadi perbedaan antara perencanaan dengan realita yang diperoleh setelah peledakan. Hal ini mungkin saja terjadi karena kesalahan operator, seperti salah perhitungan dalam menggunakan rumusan atau juga kesalahan juru bor saat melakukan pemboran. Maka dalam pencapaian fragmentasi yang diharapkan, perlu dilakukan analisa geometri peledakan yang dipakai. Untuk itu dalam penelitian ini dirumuskan beberapa masalah yakni; · Memilih faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi fragmentasi berupa burden, spasi, kedalaman lubang tembak, ketinggian jenjang, subdrilling, stemming, jumlah lubang tembak, jumlah baris, jumlah lubang tambahan dan kerapatan kekar. · Karena perbedaan satuan dari setiap faktor yang dianggap mempengaruhi fragmentasi, maka dilakukan pembakuan nilai. Pembakuan nilai dilakukan dengan mereduksi nilai tersebut kedalam bentuk Z. 1.4. Batasan Masalah Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan dan nilai korelasi antar faktor, penelitian ini dilakukan batasan sebagai berikut; - Masing-masing variabel diasumsikan sebagai variabel independent. - Nilai peledakan yang baik ditentukan berdasarkan ukuran fragmentasi. - Nilai korelasi yang dianggap mempengaruhi ≥ 0.75. - Penelitian ini hanya bertujuan untuk menentukan tingkat pengaruh dari variabel peledakan terhadap pencapaian tingkat fragmentasi. 1.5. Metodologi Penelitian 1. Penelitian Primer Penelitian yang dilakukan dengan melakukan observasi (pengamatan) langsung di lapangan dan melakukan pengambilan data berdasarkan data lapangan seperti; · Diameter lubang tembak, kedalaman, sapasi, burden, stemming, sub-drilling. · Karakteristik bahan peledak. · Karakteristik batuan. · Fragmentasi hasil peledakan. · Kondisi bidang lemah 2. Penelitian Sekunder Penelitian sekunder dilakukan dengan mempelajari buku literatur, karya ilmiah, saduran, skripsi-skripsi yang ditulis sebelumnya dan menganalisis data perusahaan yang berkaitan dengan permasalahan yang di analisa sehingga dapat menunjang penelitian yang dilakukan. Gambar 1.1. Gambar Diagram Alir Penelitian.